Mononatrium glutamat atau monosodium glutamat (MSG) dikenal masyarakat sebagai bumbu masak penting. Fungsinya adalah sebagai penyedap yang menimbulkan rasa gurih atau "Umami". Ia lebih dikenal dengan nama vetsin atau micin. Secara kimiawi MSG adalah garam natrium dari asam glutamat. Satu ion hidrogen (dari gugus —OH yang berikatan dengan atom C-alfa, lihat asam amino) digantikan oleh ion natrium.
Sejarah MSG
Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda.
Penemuan MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang.
Setelah kembali ke Jepang, Dr. Ikeda memusatkan penelitiannya pada bumbu tradisionil Jepang, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut (Kombu). Dia berhasil mengisolasi sumber rasa unik tersebut, yaitu asam Glutamat. Rasa ini kemudian diperkenalkannya dalam bahasa Jepang sebagai rasa “Umami”.
Penemuan Glutamat sebagai sumber rasa “Umami” mengukuhkan ambisi Ikeda untuk memperbaiki kondisi fisik bangsanya, yaitu melalui bumbu masak yang menambah citarasa dan kelezatan makanan Jepang. Dr. Ikeda mendapatkan paten atas metode produksi MSG. Namun, asam Glutamat murni yang dihasilkannya tidak menarik secara komersial karena sifat fisik dan kimianya. Hingga akhirnya Dr. Ikeda berhasil mensenyawakan glutamate dengan sodium menjadi Monosodium Glutamat (MSG). Dengan membagi hak patennya dengan seorang pemilik pabrik Iodine, Saburousuke Suzuki, Dr Ikeda kemudian berhasil mewujudkan hasratnya memproduksi dan memasarkan MSG secara massal.
Demikianlah, AJI-NO-MOTO (MSG) mulai dipasarkan di Jepang pada tahun 1909. Pada waktu itu MSG diproduksi melalui proses ekstraksi gluten hingga tahun 1960-an. Proses produksi ini tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dengan cepat dari pasar Jepang dan dunia. Inovasi teknologi fermentasi pada tahun 1956 kemudian membantu usaha meningkatkan produksi MSG yang terus diterapkan hingga sekarang. MSG sekarang umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu dan beras. Proses fermentasi merupakan proses pengolahan makanan traditional yang juga digunakan untuk membuat tape, tempe, kecap dan lain lain.
Meskipun MSG baru ditemukan oleh Dr Ikeda 100 tahun yang lalu, namun bumbu masak yang kaya glutamat ternyata sudah digunakan di zaman kuno dulu. Kecap ikan yang menjadi bumbu wajib di Asia tenggara ternyata sudah dipakai untuk melezatkan makanan oleh orang-orang Yunani dan Romawi 2500 tahun yang lalu. Kecap ikan sangat kaya kandungan glutamat bebasnya, yaitu 1370mg/100g. Di sepanjang Teluk Mediterania dan Laut Hitam ditemukan gerabah-gerabah kuno yang dipakai untuk membuat dan menyimpan kecap ikan oleh penduduk Yunani dan Romawi kuno. Pada masa Yunani kuno kecap ikan dinamakan Garon, sementara pada masa Romawi kuno dinamakan Garum atau Liquamen.
Glutamat dalam makanan dan tubuh
Glutamat adalah salah satu dari 20 asam amino penyusun protein. Sebagai asam amino, glutamat termasuk dalam kelompok non esensial, yang artinya tubuh mampu memproduksi sendiri. Glutamat ada di setiap mahluk hidup baik dalam bentuk terikat maupun bebas.
Glutamat sebagai asam amino no-essensial ditemukan pada tahun 1866 oleh seorang ilmuwan Jerman bernama Prof Ritthausen yang berhasil mengisolasinya dari gluten (protein gandum).
Glutamat yang masih terikat dengan asam amino lain sebagai protein tidak memiliki rasa. Hanya jika glutamat yang dalam bentuk bebas memiliki rasa Umami (gurih). Dengan demikian, semakin tinggi kandungan glutamate bebas dalam suatu makanan, semakin kuat rasa Umaminya.
Kadar glutamat dalam makanan bervariasi tergantung dari macam makanan, kondisi makanan (mentah atau matang) dan proses pengolahannya.
Glutamat bebas dalam makanan sehari-hari umumnya rendah, sehingga ketika memasak kita perlu menambahkan bumbu-bumbu yang kaya kandungan glutamat bebas agar cita rasa masakan menjadi lebih enak.
Tomat mentah yang berwarna hijau hanya mengandung 20mg/100g glutamat bebas dan setelah matang meningkat drastis menjadi 246mg/100g. Sementara air susu sapi yang hanya mengandung 1mg/100g glutamat bebas, setelah melalui proses enzymatik, fermentasi dan disimpan selama dua tahun meningkat kandungan glutamat bebasnya menjadi 1680mg/100 sebagai Keju Parmegiana Regiano.
Melalui pelacakan kadar glutamat dalam tubuh yaitu dengan studi radioisotope/bioassay terhadap seseorang berberat badan 70 kg, ternyata tubuh manusia menyimpan glutamat dalam jumlah besar, yaitu 1400 g glutamate bebas dan terikat yang tersimpan dalam berbagai organ tubuh. Dari studi yang sama ternyata tubuh juga harus memproduksi 41 g glutamate bebas setiap hari untuk berbagai proses metabolisme. Jumlah glutamat bebas ini jauh lebih tinggi dari total glutamat yang dikonsumsi oleh manusia (hasil survey terhadap makanan orang Jepang) sebesar 16g orang per hari.
Di dalam tubuh kita, glutamate dari makanan sebagian besar akan dimetabolisme dan digunakan sebagai sumber energi usus halus. Glutamat ini juga berfungsi untuk pembentukan asam amino lain seperti gluthation, arginin dan proline (Peter J. Reeds et.al.,2000). Jadi sama sekali tidak beralasan anggapan sebagian orang bahwa konsumsi glutamat setiap hari akan menyebabkannya terakumulasi.
Melalui reseptor yang terdapat pada lidah dan lambung, glutamat dari makanan akan menstimulasi otak untuk mendorong lambung dan pankreas memproduksi cairan pencernaan. Akibatnya pencernaan menjadi lebih lancar dan tubuh akan mendapatkan unsur-unsur nutrisi yang diperlukannya setiap hari (A.M. San Gabriel, T. Maekawa, H. Uneyama, S. Yoshie and K. Torii, 2007).
Agar berfungsi dengan baik, otak memerlukan glutamat sebagai neurotransmitter yaitu pembawa pesan dari satu sel syaraf ke sel syaraf lainnya. Otak menghasilkan sendiri glutamat yang diperlukannya dalam jumlah besar. Glutamat dari makanan tidak dapat masuk ke otak akibat mekanisme perlindungan otak yaitu sawar otak.
Masalah-masalah kesehatan yang dihubungkan dengan MSG
Masalah-masalah kesehatan yang dihubungkan dengan MSG kebanyakannya tidak memiliki dasar ilmiah yang baik. Misalnya:
- Sampai sekarang ada yang percaya MSG menyebabkan syndrom restoran cina (antara lain rasa haus, pusing, tubuh kejang dan jantung berdebar-debar), padahal pertama kali syndrom ini dicetuskan tidak didasarkan pada sebuah penelitian yang baik secara ilmiah. Syndrom restoran cina mulanya hanya sebuah tulisan mengenai pengalaman pribadi Dr Kwok tentang syndrom yang dialaminya sehabis makan makanan cina dimana dia menduga penyebabnya mungkin karena kecap, angciu dan garam selain MSG. Berbagai penelitian ilmiah dengan metode yang baik telah membuktikan tidak adanya kaitan antara MSG dengan syndrom restoran cina.
- MSG dituduh sebagai penyebab makanan snack yang disukai anak-anak menjadi tidak menyehatkan. Tuduhan seperti ini menunjukkan rendahnya pengetahuan MSG dan gizi. Bayi yang baru lahir justru sehat jika hanya mengkonsumsi air susu ibu yang mengandung glutamat sangat tinggi, yaitu 50% lebih dari total protein. Kebanyakan snack adalah sumber karbohidrat sedangkan anak-anak sangat memerlukan kecukupan protein untuk menunjang pertumbuhan dan kesehatan tubuh mereka.
- Karena mengandung natrium, MSG dituduh sebagai pencetus hipertensi. Dari rumus molekulnya maupun analisa laboratorium kita bisa mengetahui kadar natrium dalam MSG, yaitu 12%. Sementara itu garam mengandung 40% natrium atau tiga kali lebih tinggi. Berdasarkan banyak uji rasa yang telah dibuktikan, kadar natrium dalam makanan bisa kita kurangi hingga 40% dengan menambahkan sedikit MSG tanpa mengurangi rasa enak.
- Rasa enak yang ditimbulkan oleh MSG dituduh sebagai penyebab penggunaan MSG yang berlebihan. Sama seperti pemakaian garam, pemakaian MSG memiliki dosis optimum yaitu 0.2-0.8% dari volume makanan. Penggunaan MSG lebih tinggi dari dosis optimum ini dapat mengurangi rasa enak makanan dimana kita umumnya tidak menginginkannya. Tentu saja pabrik maupun penjaja makanan tidak akan pernah membuat makanannya tidak enak dengan menambahkan MSG diluar batas karena ini sama artinya mereka membunuh usaha mereka sendiri.
Ada juga penelitian-penelitian yang menyimpulkan pengaruh negatif MSG terhadap kesehatan, namun penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan cara-cara penggunaan MSG yang tidak realistis. Misalnya:
- Tuduhan MSG menyebabkan kerusakan otak didasarkan pada penelitian dimana mencit (bayi tikus) diberikan MSG dosis sangat tinggi yaitu 0.5-4.0g/kg berat badan atau setara dengan 30-240g pada manusia berberat badan 60kg. MSG dosis sangat tinggi ini disuntikan ke mencit. Kita menikmati makanan yang ditambahkan MSG, misalnya bakso, dalam dosis rendah (0.2-0.8% dari volume makanan) dan melalui saluran pencernaan, bukan dengan dosis dan cara yang tidak wajar seperti pada penelitian tersebut.
- MSG disimpulkan menyebabkan kanker dari hasil penelitian-penelitian pada tikus. Padahal pada penelitian-penelitian tersebut daging dan MSG yang diberikan pada tikus dibakar pada temperatur sangat tinggi hingga 600 derajat celcius. Makanan yang dimasak pada temperatur ekstrim tinggi ini dengan mudah berubah menjadi arang. Kita umumnya tidak suka makan arang. Pada salah satu penelitian tersebut, tikus-tikus menderita kanker pada usia mereka yang lanjut. Padahal pada manusia, prevalensi kanker jauh lebih tinggi pada usia lanjut dari pada usia muda, sehingga usia tua adalah sangat nyata hubungannya dengan kanker bukan MSG.
Tinjauan ilmiah dalam menilai keamanan MSG
1. MSG tersusun oleh unsur-unsur nutrisi
MSG terdiri dari 78% glutamat, 12% natrium dan 10% air. Glutamat adalah salah satu dari 20 asam amino pembentuk protein yang terdapat dalam makanan dan tubuh manusia. Demikian juga, natrium terdapat dalam makanan dan tubuh manusia.
2. Glutamat memainkan peranan fisiologis penting pada tubuh
Lidah dan lambung memiliki reseptor glutamat yang berhubungan dengan sistim syaraf pusat, otak, dan organ pencernaan yaitu lambung dan pankreas. Melalui uji klinis telah dibuktikan, bahwa makanan yang enak karena glutamat, baik dari makanan itu sendiri maupun dari MSG, merangsang produksi cairan pencernaan sehingga daya cerna makanan menjadi lebih baik. Selain itu, glutamat didalam usus halus berfungsi sebagai sumber tenaga bagi absorpsi unsur-unsur nutrisi kedalam darah. Glutamat memainkan peranan sentral dalam berbagai metabolisme tubuh, antara lain sebagai unsur perantara metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
3. Badan-badan kesehatan dunia menyatakan MSG aman
Badan dunia FAO & FAO yang disegani, yaitu Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah mengevaluasi keamanan MSG tiga kali dan pada evaluasinya yang terakhir pada tahun 1987 memberikan status Acceptable Daily intake (ADI) not specified atau batasan asupan harian yang tidak terspesifikasi untuk penggunaan MSG dalam makanan secara wajar. Status ini adalah yang paling aman diantara bahan-bahan tambahan pangan lain.
sumber :
http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=95731